Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Pesugihan Nyi Ratu Kalimayat

Ratu Kalinyamat merupakan seorang tokoh wanita legendaris, makam Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadiri nyaris tak pernah sepi pengunjung. Mereka yang datang dari berbagai daerah semata-mata datang hanya untuk ngelalap berkah berharap apa yang menjadi keinginannya terkabulkan. Apa yang mereka harapkan dari aura keramat makam wanita legendaris yang pernah bertapa dengan telanjang itu?

Tokoh Nyi Ratu Kalinyamat sangat melegenda. Setidaknya, bagi masyarakat Japara dan Pati, Jawa Tengah. Dia tidak hanya dikenal merupakan seorang putri yamg molek, tetapi juga cerdas dan berani. Tak heran, jika akhirnya wanita tersebut memperoleh kepercayaan untuk memangku jabatan Adipati Jepara, yang kala itu wilayah kekuasaannya meliputi Jepara, Pati, Kudus, Rembang dan Blora.

Dikala Nyi Ratu Kalinyamat mencari suami, terpaksa ia menggelar seyembara. Dengan seyembara itu, ia berhadap akan mendapatkan pendamping hidup yang tidak saja tampan, tetapi juga cerdas serta memiliki kemampuan setara dirinya. Namun sayang, harapan tersebut tak pernah menjadi kenyataan. Hingga, secara tak sengaja ia bertemu Pangeran Hadiri, yang akhirnya menjadi penampingnya.
Pangeran Hadiri diutuskan oleh Sultan Aceh (Ayahnya) untuk menimba ilmu pemerintahan dan agama Islam di Kesultanan Demak. Lelaki berdarah Persia ini sangat tampan dan arif bijaksana. Tak heran bila Nyi Ratu Kalinyamat langsung kasmaran padanya.
Sayangnya, ibarat masa bulan madu Nyi Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadiri belum tuntas, sang suami keburu gugur dibunuh berandal-berandal suruhan Adipati Haryo Panangsang. Hati sang Ratu Kalinyamat sangat terpukul dan berduka atas kenyataan pahit itu.
Pembantaian itu sendiri terjadi seusai menghadiri upacara pemakaman kakak kandungnya, Sunan Prawoto. Sang kakak, juga tewas di tangan Haryo Penangsang yang berambisi merebut tahta Kesultanan Demak. Yang lebih membuatnya kecewa, ketika ia mengadukan kelakuan Arya Panangsang kepada Sunan Kudus, Sunan Kudus ternyata malah memihak Haryo Penangsang. Bahkan, Sunan Kudus mengatakan, bahwa semua itulah buah dari tindakan Sunan Prawoto yang membunuh Pangeran Sekar Sedo Lepen.
Setelah peristiwa pembantaian kakak kandung serta suaminya. Nyi Ratu Kalinyamat bersumpah akan menebus rasa malunya dan meraih kembali kehormatannya. Keinginan tersebut membuatnya bertekad tapa telanjang. Ia baru akan puas setelah berhasil memakai kapala Haryo Penangsang merupakan alas kaki.

Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.Lebih dari dua windu Nyi Ratu Kalinyamat melakukan ritual betapa telanjang. Mula-mula, ritual itu dilakukan di Gelang Mantingan, kemudian pindah ke Desa Danarasa, lalu berakhir di tempat Donorojo Tulakan Keling Jepara.

Ritual gaya Nyi Ratu Kalinyamat yang telanjang itu hingga kini masih menimbulkan berbagai penafsir masyarakat. Yang jelas, ritual tersebut benar-benar berakhir setelah Sultan Pajang menghadap Nyi Ratu Kalinyamat sambil menenteng penggalan kepala Haryo Penangsang dan semangkok darahnya.
Haryo Penangsang berhasil dibunuh Sultan Pajang yang bernama R Hadiwijaya, melalui senapati perangnya Danang Sutowijoyo (putra Ki Gede Pemanahan), dalam suatu duel di tepi bengawan antara Cepu dan Blora. Tubuh Adipati Jipang Panolan itu dicabik-cabik dan serpihan tubuhnya ditanam terpencar-pencar di berbagai pelosok Jawa Tengah.
Kepala Haryo Penangsang itu benar-benar digunakan untuk keset oleh Nyi Ratu Kalinyamat, dan darahnya digunakan untuk keramas. Setelah puas, kepala Haryo Penangsang dibuang ke sebuah kolam yang terdapat di Desa Mantingan.
Hingga kini, makam Nyi Ratu Kalinyamat nyaris tak pernah sepi dari peziarah. Mereka yang datang dari berbagai daerah dengan ngelalap berkah berharap mendapat karomah. Banyak di antara peziarah yang memohon kharomah agar parasnya menjadi cantik dan menawan juga sensual (bagi kaum hawa), atau gagah ganteng berkharisma bagi peziarah kaum adam di makam Pangeran Hadiri.

Pada abad XIV Nyai Langgeng atau sering dikenal dengan Ratu Kalinyamat berkuasa atas kerajaan yang berpusat di Mantingan. Pada tahun 1549 suaminya yang bernama Sultan Hadirin terbunuh oleh Arya Penangsang pada suatu pertempuran. Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat meninggalkan tahta kerajaan untuk berkelana menuntut keadilan, sampai akhirnya sampai di Dukuh Sonder Desa Tulakan, Kecamtan Banyumanis. Di tempat itu beliau bertapa, topo wudo yaitu meninggalkan pakaian kebesaran kerajaan sampai dendamnya kepada Arya Penangsang terbalaskan.

Ratu Kalinyamat yang dilukiskan sangat cantik bertapa hanya dengan berbalutkan rambutnya yang panjang terurai. Ia memohon pertolongan kepada Tuhan agar diberikan kekuatan sehingga bisa membalas dendam atas kematian suaminya. Dia bersumpah " tidak akan menghentikan laku tapanya jika belum bisa keramas dengan darah Aryo Penangsang ". Akhirnya, Aryo Penangsang terbunuh dalam suatu pertempuran dengan Danang Sutawijaya. Aryo Penangsang tewas secara mengenaskan dengan usus terburai oleh kerisnya sendiri.

Laku tapa Ratu Kalinyamat dengan sumpahnya itu ditafsirkan oleh masyarakat desa Tulaan merupakan wujud kesetiaan, kecintaan, dan pengabdian sang ratu kepada suaminya. Ia dengan kesadaran dan keiikhlasannya yang tinggi bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana demi membalas dendam atas kematian suaminya Ratu Kalinyamat bertapa sangat lama sampai-sampai rambutnya dikubur di tempat itu.

Setiap malam Jumat Wage, Pertapaan Sonder selalu dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Jepara yang kebanyakan kaum perempuan yang ingin cantik alami, seperti Ratu Kalinyamat. Syaratnya, mereka terlebih dahulu harus mandi di sungai kecil yang ada di dekat situs bekas pertapaan, kemudian disusul dengan laku tapa atau meditasi selama 40 hari. Setiap peziarah harus bersuci terlebih dahulu sebelum memanjatkan do’a-do’a. Kegiatan yang berkaitan dengan petilasan ini adalah Upacara Jembul Tulakan yang merupakan ritual sedekah bumi yang dilaksanakan setahun sekali.

Sampai dengan saat ini lelaku ritual pesugihan kalimayat masih banyak dilakukan oleh kaum hawa ( wanita )

Posting Komentar untuk "Legenda Pesugihan Nyi Ratu Kalimayat"